Selasa, 19 Maret 2013

Adventure : Tumpak Oyot






Hari Jum’at tanggal 15 Maret 2013, penulis diajak oleh rekan-rekan KIR IPS untuk mengunjungi salah satu situs sejarah di Tulungagung yang sampai sekarang masih berfungsi sesuai dengan fungsi asalnya, bahkan sekarang memiliki fungsi tambahan. Kami berangkat sekitar pukul 10.15 WIB dari rumah penulis sendiri di desa Ketanon, Kedungwaru, Tulungagung dan langsung menuju ke lokasi tujuan yaitu terowongan atau bendungan Neyama yang berada di Kecamatan Besuki. Perjalanan yang kami tempuh memerlukan waktu sekitar satu jam lebih lima belas menit.
Batuan Kapur
Selama perjalanan kami sempat disuguhi dengan panas terik matahari ditambah dengan debu dari para pengrajin batu marmer yang menyesakkan, selain itu lingkungan ketika memasuki desa Gamping ternyata dapat disebut sebagai
lingkungan yang cukup gersang. Pemandangan yang cukup miris adalah ketika melihat gunung-gunung yang teriris-iris menjadi bentuk yang lebih tak jelas lagi, akibat dari penambangan marmer untuk bahan usaha kerajinan batu marmer yang menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat daerah tersebut. Namun pemandangan tersebut seakan berubah ketika kami sampai di sebuah jembatan besar yang ternyata menjadi pertanda bahwa lokasi Neyama sudah dekat.
Ada pemandangan yang unik di area jembatan besar yang dilewati sungai yang langsung menuju ke Neyama tersebut, yaitu lingkungan di sebelah kiri jembatan(yang dilewati penulis saat berangkat) terlihat cukup gersang, tapi di sebelah kanan terlihat hijau dan subur. Berhubung hari itu adalah Jum’at maka penulis akhirnya mencari masjid terdekat lebih dahulu untuk sholat Jum’at. Namun setelah selesai sholat Jum’at kami pun segera melanjutkan perjalanan.
Pintu air menuju Samudera IndonesiaPerjalanan dilanjutkan dengan menelusuri pinggir sungai sebelah kiri dan kemudian berhenti di sebuah palangan yang menutup jalan menuju ke pintu air. Karena jalannya ditutup akhirnya penulis memutuskan untuk menerobos palangan dengan berjalan kaki, pemandangannya sangatlah memperihatinkan, yaiut jalanan yang penuh dengan sampah di kedua sisinya, walaupun sebenarnya jika tak ada sampah tersebut tempat ini bisa digunakan untuk bersantai sambil menikmati indahnya tebing sungai yang seakan terukir, selain itu jalan menuju pintu air tersebut juga ditumbuhi pepohonan yang rindang. Namun selanjutnya penulis memutuskan untuk segera kembali ke tempat kami memparkirkan kendaraan, karena matahari mulai bergerak ke barat.
Selanjutnya kami kembali ke jalan utama dan menelusuri pinggir sungai sebelah kanan, perjalanan itu terus berlanjut hingga kami bertemu dengan sebuah prasasti marmer dengan judul “Kenangan Sukamamkmur” yang berisi tentang pengorbanan para Romusha dalam usaha membangun terowongan 1 dan menjadi tumbal bagi kemakmuran bangsa. Penelusuran dilanjutkan dengan melintasi bukit hingga kami melihat pantai dan Samudera Indonesia terbentang dari atas bukit, namun di sisi lain terdapat sebuah aliran air yang melewati batu- batu kapur. Selanjutnya kami terus menuruni bukit hingga sampai di lingkungan dekat pantai Sidem, Besuki. Namun sebelum sampai di pantai kami disuguhi pemandangan yang amat memperihatinkan, yaitu banyaknya fasilitas-fasilitas yang sepertinya akan digunakan sebagai tempat wisata terlihat terbengkalai dan mengalami vandalisme. Berikutnya kami menemui sebuah stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air yang cukup besar, namun sayangnya di tempat ini tidak diperkenankan untuk mengambil gambar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar