Hari
Jum’at tanggal 15 Maret 2013, penulis diajak oleh rekan-rekan KIR IPS untuk
mengunjungi salah satu situs sejarah di Tulungagung yang sampai sekarang masih
berfungsi sesuai dengan fungsi asalnya, bahkan sekarang memiliki fungsi
tambahan. Kami berangkat sekitar pukul 10.15 WIB dari rumah penulis sendiri di
desa Ketanon, Kedungwaru, Tulungagung dan langsung menuju ke lokasi tujuan
yaitu terowongan atau bendungan Neyama yang berada di Kecamatan Besuki.
Perjalanan yang kami tempuh memerlukan waktu sekitar satu jam lebih lima belas
menit.
Selama
perjalanan kami sempat disuguhi dengan panas terik matahari ditambah dengan
debu dari para pengrajin batu marmer yang menyesakkan, selain itu lingkungan
ketika memasuki desa Gamping ternyata dapat disebut sebagai
lingkungan yang
cukup gersang. Pemandangan yang cukup miris adalah ketika melihat
gunung-gunung yang teriris-iris menjadi bentuk yang lebih tak jelas lagi,
akibat dari penambangan marmer untuk bahan usaha kerajinan batu marmer yang
menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat daerah tersebut. Namun pemandangan
tersebut seakan berubah ketika kami sampai di sebuah jembatan besar yang
ternyata menjadi pertanda bahwa lokasi Neyama sudah dekat.
Ada
pemandangan yang unik di area jembatan besar yang dilewati sungai yang langsung
menuju ke Neyama tersebut, yaitu lingkungan di sebelah kiri jembatan(yang
dilewati penulis saat berangkat) terlihat cukup gersang, tapi di sebelah kanan
terlihat hijau dan subur. Berhubung hari itu adalah Jum’at maka penulis akhirnya
mencari masjid terdekat lebih dahulu untuk sholat Jum’at. Namun setelah selesai
sholat Jum’at kami pun segera melanjutkan perjalanan.
Perjalanan
dilanjutkan dengan menelusuri pinggir sungai sebelah kiri dan kemudian berhenti
di sebuah palangan yang menutup jalan menuju ke pintu air. Karena jalannya
ditutup akhirnya penulis memutuskan untuk menerobos palangan dengan berjalan
kaki, pemandangannya sangatlah memperihatinkan, yaiut jalanan yang penuh dengan
sampah di kedua sisinya, walaupun sebenarnya jika tak ada sampah tersebut
tempat ini bisa digunakan untuk bersantai sambil menikmati indahnya tebing
sungai yang seakan terukir, selain itu jalan menuju pintu air tersebut juga
ditumbuhi pepohonan yang rindang. Namun selanjutnya penulis memutuskan untuk
segera kembali ke tempat kami memparkirkan kendaraan, karena matahari mulai
bergerak ke barat.
Selanjutnya
kami kembali ke jalan utama dan menelusuri pinggir sungai sebelah kanan,
perjalanan itu terus berlanjut hingga kami bertemu dengan sebuah prasasti
marmer dengan judul “Kenangan Sukamamkmur” yang berisi tentang
pengorbanan para Romusha dalam usaha membangun terowongan 1 dan menjadi tumbal
bagi kemakmuran bangsa. Penelusuran dilanjutkan dengan melintasi bukit hingga
kami melihat pantai dan Samudera Indonesia terbentang dari atas bukit, namun di
sisi lain terdapat sebuah aliran air yang melewati batu- batu kapur. Selanjutnya
kami terus menuruni bukit hingga sampai di lingkungan dekat pantai Sidem,
Besuki. Namun sebelum sampai di pantai kami disuguhi pemandangan yang amat
memperihatinkan, yaitu banyaknya fasilitas-fasilitas yang sepertinya akan
digunakan sebagai tempat wisata terlihat terbengkalai dan mengalami vandalisme.
Berikutnya kami menemui sebuah stasiun Pembangkit Listrik Tenaga Air yang cukup
besar, namun sayangnya di tempat ini tidak diperkenankan untuk mengambil
gambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar